Kali ini kami bakal membahas acara Arva School of Fashion's Open House yang telah diadakan dua hari kemarin yaitu tanggal 11 sampai 12 Mei 2013. Walaupun hanya dua hari, acara open house sekolah fashion design ternama di Surabaya ini berjalan seru. Nggak hanya bisa berkeliling dan melihat ruang-ruang kelas Arva, namun para pengunjung juga bisa mengikuti fun workshops berupa "re-style t-shirt", "fashion illustration", dan "mood board making".
"Terakhir adalah prinsip place dalam 4P. Selain di media online, Kimilatta bisa didapatkan di Surabaya (ORE Store) dan di Jogjakarta (Galeria Mall, lebih tepatnya di Goodmood Store). Untuk stockist, aku memang memilih toko-toko yang memiliki price range serupa dengan Kimilatta."
Asiknya lagi, di hari terakhir (12/5/13), Arva mengadakan acara talk show yang mengundang Mars Rizkia, founder dan owner Kimilatta (yang juga bagian dari tim Surabaya Fashion Carnival) untuk berbagi pengalaman tentang bisnis aksesorisnya. Pengen tau kan gimana ceritanya? Yuk, langsung aja simak liputan kami dibawah ini! :)
- - -
Minggu, 12 Mei 2013.
Minggu, 12 Mei 2013.
Pukul 1 siang, tim Surabaya Fashion Carnival sampai di jalan Sambas no.16 dan langsung disambut ramah oleh para front officer Arva School of Fashion. Kami pun segera diantar naik ke lantai 2, melihat ruang pola yang bakal dijadikan talk show venue, dan masuk ke sebuah ruangan kecil yang digunakan buat tempat fun workshop "re-style t-shirt". Ketika pintu dibuka, terlihat 3 orang siswi Arva lagi asyik berkreasi dengan kaos berbahan stretch untuk menciptakan cut-up t-shirt yang unik dan cantik. Selesai menyimak proses menggunting dan menyimpul puluhan sayatan kain tersebut, tim Surabaya Fashion Carnival diantar turun kembali ke lantai 1 untuk menikmati jamuan makanan dan minuman. Disana, kami bertemu dengan Ibu Aryani Widagdo, founder Arva School of Fashion, dan mengobrol dengan beliau seputar Arva serta fashion sambil menyeduh teh hangat.
Selang beberapa menit, terdengar suara seseorang yang menyapa "Halo". Sang pemilik suara itu nggak lain adalah Mars Rizkia, founder dan owner merek aksesoris Kimilatta, yang merupakan tamu spesial Arva School of Fashion di hari itu. Datang mengenakan blazer denim, graphic tee, celana jins, ankle boots, dan single earring dari Kimilatta, Mars menyeduh minuman hangatnya dan ikut mengobrol sejenak dengan kami. Sampai akhirnya tibalah waktu dimana talk show bakal dimulai, Mars dan asistennya pun meminta ijin untuk menata display produk Kimilatta di lantai 2. Tidak lama, seorang front officer mempersilahkan tim Surabaya Fashion Carnival untuk naik ke lantai 2 dan bersiap untuk acara. Talk show pun segera dibuka oleh marketing manager Arva School of Fashion, kak Allin D. Clarinta, yang juga bertindak sebagai moderator. Tanpa perlu berbasa-basi, mic segera diberikan pada Mars Rizkia dan dimulailah sesi talk show yang bertemakan "Membuka dan Menumbuhkan Bisnis Aksesoris".
Dalam sesi talk show-nya, Mars Rizkia menceritakan secara runtut bagaimana ia bisa membangun brand Kimilatta sehingga dapat dikenal sebagai pionir pembuat aksesori dream catcher di Surabaya. Berikut cerita wanita berusia 23 tahun yang kerap diundang menjadi instruktur dalam workshop pembuatan dream catcher tersebut:
"Sebenarnya, aku belum sadar kalo passion-ku itu ternyata di aksesoris. Memang sih, dari kecil aku sudah seneng menggambar dan pengen masuk jurusan Despro (Desain Produk Industri) ITS buat ngasah ilmu menggambarku lebih jauh lagi. Tapi sayangnya, waktu itu orang tuaku kurang mendukung dan menyarankan aku buat kuliah di jurusan Manajemen. Akhirnya aku turutin dan sampai sekarang aku masih ngejalanin semester akhir di jurusan Manajemen, Universitas Airlangga.
"Di masa-masa awal perkuliahan, tiba-tiba muncul kesenangan pada aksesoris karena aku doyan belanja aksesoris dan suka ngelihat Mama kalo lagi iseng bikin gelang. Di tahun 2008, aku mulai belajar membuat aksesoris secara otodidak dan mencoba memakainya di kampus. Nggak disangka, temen-temenku banyak yang tertarik. Mereka pada bilang gini, "Eh, Sha. Keren banget sih gelangmu! Beli dimana?". Waktu itu aku jawab, "Oh, ini bikin sendiri." Spontan, mereka langsung kaget dan dari situlah aku membuka order-an aksesoris pertamaku."
Selang beberapa menit, terdengar suara seseorang yang menyapa "Halo". Sang pemilik suara itu nggak lain adalah Mars Rizkia, founder dan owner merek aksesoris Kimilatta, yang merupakan tamu spesial Arva School of Fashion di hari itu. Datang mengenakan blazer denim, graphic tee, celana jins, ankle boots, dan single earring dari Kimilatta, Mars menyeduh minuman hangatnya dan ikut mengobrol sejenak dengan kami. Sampai akhirnya tibalah waktu dimana talk show bakal dimulai, Mars dan asistennya pun meminta ijin untuk menata display produk Kimilatta di lantai 2. Tidak lama, seorang front officer mempersilahkan tim Surabaya Fashion Carnival untuk naik ke lantai 2 dan bersiap untuk acara. Talk show pun segera dibuka oleh marketing manager Arva School of Fashion, kak Allin D. Clarinta, yang juga bertindak sebagai moderator. Tanpa perlu berbasa-basi, mic segera diberikan pada Mars Rizkia dan dimulailah sesi talk show yang bertemakan "Membuka dan Menumbuhkan Bisnis Aksesoris".
Mars Rizkia, founder dan owner Kimilatta, selaku pembicara talk show di hari itu |
"Sebenarnya, aku belum sadar kalo passion-ku itu ternyata di aksesoris. Memang sih, dari kecil aku sudah seneng menggambar dan pengen masuk jurusan Despro (Desain Produk Industri) ITS buat ngasah ilmu menggambarku lebih jauh lagi. Tapi sayangnya, waktu itu orang tuaku kurang mendukung dan menyarankan aku buat kuliah di jurusan Manajemen. Akhirnya aku turutin dan sampai sekarang aku masih ngejalanin semester akhir di jurusan Manajemen, Universitas Airlangga.
"Di masa-masa awal perkuliahan, tiba-tiba muncul kesenangan pada aksesoris karena aku doyan belanja aksesoris dan suka ngelihat Mama kalo lagi iseng bikin gelang. Di tahun 2008, aku mulai belajar membuat aksesoris secara otodidak dan mencoba memakainya di kampus. Nggak disangka, temen-temenku banyak yang tertarik. Mereka pada bilang gini, "Eh, Sha. Keren banget sih gelangmu! Beli dimana?". Waktu itu aku jawab, "Oh, ini bikin sendiri." Spontan, mereka langsung kaget dan dari situlah aku membuka order-an aksesoris pertamaku."
Para peserta talk show, yang sebagian besar merupakan siswa-siswi Fashion Design One Year Program Arva School of Fashion, sedang asyik menyimak cerita Mars Rizkia |
"Banyaknya orderan yang aku terima akhirnya meyakinkan aku kalo bisnis aksesoris ini bisa aku terusin. Aku pun langsung nyoba promo bisnisku lewat Facebook dan peminat karyaku bertambah banyak. Sampai suatu hari di tahun 2009, seorang customer-ku bertanya: "Bisa bikin dream catcher nggak?". Pertamanya aku sempet bingung, apa sih dream catcher ini? Karena penasaran, aku googling deh di internet. Setelah ngerti kalo ternyata dream catcher adalah aksesori bikinan kaum Native American yang gunanya menangkap mimpi buruk, aku pun jadi tertarik untuk membuatnya. Setelah browsing tutorial pembuatan dream catcher di YouTube, aku makin giat belajar sampai akhirnya aku bisa membuat dream catcher-ku sendiri. Dari situ, aku merasa bangga; ternyata aku mampu membuat dream catcher yang tingkat kerumitannya cukup tinggi."
"Rasa kepuasaan itu men-encourage aku untuk mulai menyadari passion-ku yang sebenarnya, yaitu aksesoris. Dua tahun berikutnya, lebih tepatnya tahun 2011, aku memutuskan untuk branding hasil karyaku dan dari situlah perjalanan Kimilatta dimulai."
"Tentang Kimilatta. Hm, di awal banyak yang mengira kalau Kimilatta adalah brand aksesoris yang hanya bertemakan Native American/American Indian. Padahal kenyataannya nggak seperti itu. Tema Kimilatta bisa beragam karena sebenarnya, Kimilatta adalah karakter fiksional bikinanku. Dia adalah cewek yang hobi jalan-jalan dan selalu mendapatkan inspirasi dari setiap lokasi yang ia kunjungi. Misalnya, di koleksi pertama Kimilatta yang berjudul "Chippewa Playground". Ceritanya, sang karakter fiksi tersebut sedang berkunjung ke North Mexico dan bertemu dengan suku Chippewa (atau Objiwe). Perlu diketahui bahwa suku Chippewa adalah pencipta dream catcher dan ketika disana, Kimilatta belajar membuat aksesori penangkap mimpi buruk tersebut dengan panduan sang kepala suku."
"Bicara tentang bisnis, aku memulai Kimilatta dengan modal uang (hanya) Rp 100.000,- dan jumlah barang sebanyak 5 jenis kalung yang sistemnya PO (pre-order). Disitu customer bisa memilih jenis kalung mana yang mereka inginkan. Lalu secara otomatis, aku bisa dapat modal dari customer-ku sendiri setelah mereka membayar pesanannya."
"Dalam memasarkan produk Kimilatta, ada 4 hal penting yang harus aku perhatikan, yaitu 4P: price, product, promotion, dan place. Untuk price, aku menyesuaikan profil target customer-ku yaitu kalangan menengah. Sebenernya banyak juga yang bilang Kimilatta cukup pricey, tapi aku pengen meyakinkan bahwa harga yang aku pasang udah menyesuaikan HPP (Harga Pokok Penjualan) dan desainnya. Sedangkan untuk product, aku pengen bikin sesuatu yang beda lewat Kimilatta. Kalau biasanya dream catcher itu warnanya netral, Kimilatta mencoba menawarkan yang warna-warni; bahkan dengan warna-warna terang seperti peach, kuning, oranye, dan biru muda. Selain itu, aku juga menggunakan material yang berbeda. Aku memakai bahan suede untuk membalut hoop ring-nya lalu menghiasnya dengan bulu angsa yang sudah diwarnai."
"Aku juga sering research tentang kompetitorku agar aku semakin tau gimana harus memposisikan brand-ku. Kimilatta ini harus beda dengan yang lainnya."
"Masih tentang 4P dalam marketing. Untuk promotion, aku memakai segala macam social media (Facebook, Twitter, dan Instagram) dan sering mengikuti bazaar. Nggak hanya itu, aku juga cukup sering memberikan workshop tentang cara membuat dream catcher. Lewat sejumlah workshop itu sebenarnya aku pengen mengedukasi teman-teman bahwa membuat dream catcher itu nggak mudah dan itulah kenapa barang handmade selalu mahal. Ketika mereka mencoba membuat sendiri, lambat laun mereka pasti bakal sadar pentingnya apresiasi terhadap barang-barang handmade. Sama halnya seperti bikin baju. Ketika baju itu mahal, perlu diperhatiin dulu kualitas bahan dan desainnya; baru bisa ngomong itu murah atau mahal."
"Oh iya, dalam mempromosikan Kimilatta, aku juga menggunakan prinsip prime time. Maksudnya adalah peak hour; dimana dalam jangka waktu tertentu bakal ada banyak customer yang 'mengunjungi' (media online) produk kita. Sampai sekarang aku masih rajin lho nyatetin jam-jam 'rame' page Kimilatta di Facebook, Twitter, maupun Instagram. Gunanya biar aku nggak bakal 'brutal' kalau mau update info tentang brand-ku. Nggak perlu deh update terus-terusan karena bisa bikin orang bete. Selain itu, metode 'update terus-terusan' ini juga wasting time dan wasting energy jadi dinilai nggak efektif. Makanya, aku memberlakukan prinsip prime time biar cara kerjaku bisa lebih efektif."
"Rasa kepuasaan itu men-encourage aku untuk mulai menyadari passion-ku yang sebenarnya, yaitu aksesoris. Dua tahun berikutnya, lebih tepatnya tahun 2011, aku memutuskan untuk branding hasil karyaku dan dari situlah perjalanan Kimilatta dimulai."
Mars Rizkia disamping produk-produk Kimilatta, hasil karyanya selama 2 tahun |
"Bicara tentang bisnis, aku memulai Kimilatta dengan modal uang (hanya) Rp 100.000,- dan jumlah barang sebanyak 5 jenis kalung yang sistemnya PO (pre-order). Disitu customer bisa memilih jenis kalung mana yang mereka inginkan. Lalu secara otomatis, aku bisa dapat modal dari customer-ku sendiri setelah mereka membayar pesanannya."
"Dalam memasarkan produk Kimilatta, ada 4 hal penting yang harus aku perhatikan, yaitu 4P: price, product, promotion, dan place. Untuk price, aku menyesuaikan profil target customer-ku yaitu kalangan menengah. Sebenernya banyak juga yang bilang Kimilatta cukup pricey, tapi aku pengen meyakinkan bahwa harga yang aku pasang udah menyesuaikan HPP (Harga Pokok Penjualan) dan desainnya. Sedangkan untuk product, aku pengen bikin sesuatu yang beda lewat Kimilatta. Kalau biasanya dream catcher itu warnanya netral, Kimilatta mencoba menawarkan yang warna-warni; bahkan dengan warna-warna terang seperti peach, kuning, oranye, dan biru muda. Selain itu, aku juga menggunakan material yang berbeda. Aku memakai bahan suede untuk membalut hoop ring-nya lalu menghiasnya dengan bulu angsa yang sudah diwarnai."
Contoh dream catcher Kimilatta yang bewarna-warni |
"Masih tentang 4P dalam marketing. Untuk promotion, aku memakai segala macam social media (Facebook, Twitter, dan Instagram) dan sering mengikuti bazaar. Nggak hanya itu, aku juga cukup sering memberikan workshop tentang cara membuat dream catcher. Lewat sejumlah workshop itu sebenarnya aku pengen mengedukasi teman-teman bahwa membuat dream catcher itu nggak mudah dan itulah kenapa barang handmade selalu mahal. Ketika mereka mencoba membuat sendiri, lambat laun mereka pasti bakal sadar pentingnya apresiasi terhadap barang-barang handmade. Sama halnya seperti bikin baju. Ketika baju itu mahal, perlu diperhatiin dulu kualitas bahan dan desainnya; baru bisa ngomong itu murah atau mahal."
"Oh iya, dalam mempromosikan Kimilatta, aku juga menggunakan prinsip prime time. Maksudnya adalah peak hour; dimana dalam jangka waktu tertentu bakal ada banyak customer yang 'mengunjungi' (media online) produk kita. Sampai sekarang aku masih rajin lho nyatetin jam-jam 'rame' page Kimilatta di Facebook, Twitter, maupun Instagram. Gunanya biar aku nggak bakal 'brutal' kalau mau update info tentang brand-ku. Nggak perlu deh update terus-terusan karena bisa bikin orang bete. Selain itu, metode 'update terus-terusan' ini juga wasting time dan wasting energy jadi dinilai nggak efektif. Makanya, aku memberlakukan prinsip prime time biar cara kerjaku bisa lebih efektif."
"Pas bisnis, tentunya penting banget melakukan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threat). Strength dan Weakness datang dari bagian internal perusahaan kita, sedangkan opportunities dan threat datang dari eksternal perusahaan. Disini, aku menilai strength Kimilatta adalah desain dan kualitasnya. Weakness-nya, hm...mungkin harganya yang pricey ya. Tapi aku berusaha menutupinya dengan desain yang aku bikin. Desain itu harus dibuat seunik dan sebagus mungkin agar orang-orang menganggap "barang ini worth-it kok." Sedangkan kalo melihat keadaan diluar sana, Kimilatta jelas punya opportunities yaitu masih banyak stockist di Surabaya yang kekurangan aksesoris. Sementara untuk threat, masih banyak plagiator dan harga brand lain yang lebih murah."
----
Seusainya Mars bercerita tentang seluk-beluk Kimilatta, kak Allin segera membuka sesi tanya-jawab. Pertanyaan yang dilontarkan peserta kebanyakan tentang bagaimana Mars menjalankan bisnisnya, namun juga ada yang tentang personal ataupun saran untuk Kimilatta kedepannya:
Q: Bagaimana cara membangun mood kembali kalau lagi stuck?
A: Inspirasi itu emang easy come, easy go. Untuk mengakalinya, aku biasa bawa buku kecil atau yang biasa aku sebut "buku inspirasi". Setiap ada ide, aku selalu mencatatnya ke dalam buku itu biar nggak lupa. Kalaupun aku stuck, biasanya aku ambil 2 hari off; nggak kerja, nggak ngurusin Kimilatta dulu, baru setelah itu aku merasa fresh dan siap kerja lagi.
Q: Kira-kira udah berapa banyak sih produk Kimilatta yang terjual?
A: Karena Kimilatta sudah berjalan hampir 2 tahun, berarti kira-kira ada 1000 pieces barang yang terjual.
Q: Cuma pengen tanya sih. Waktu itu keluarga mendukung kamu berbisnis nggak?
A: Mendukung banget. Malah waktu itu, Mamaku yang seorang wirausaha, menantang aku untuk menggunakan modal sendiri. Tapi sempet ada kala dimana Mamaku nggak mendukung karena tau IPK-ku sempet jeblok. Beliau langsung deh menyarankan 'bisnis boleh diterusin, tapi kuliah jangan ditinggalin'.
Q: Gimana sih caranya kok bisa nitip barang di toko-toko gitu?
A: Alasannya karena kenal dengan owner-nya. Nah disini aku pengen nekankan kalau kekuatan network itu penting buat kelangsungan bisnis kita kedepannya.
Q: Gimana cara meyakinkan customer agar mereka tertarik dengan produk kita?
A: Kasih informasi yang jelas ke customer kita. Contohnya, Kimilatta selalu kasih info tentang detail bahan agar customer nggak merasa dibohongi. Selain itu, konsep foto produk Kimilatta selalu aku buat beda. Aku sengaja kasih ornamen-ornamen menarik agar customer selalu pengen berkunjung ke page-ku. Contohnya nih, aku ngasih hiasan patung burung hantu warna-warni di foto produk cincin Kimilatta.
Q: Gimana cara menjangkau customer dari luar negeri?
A: Dengan aktif di online, tentunya. Tapi saat ini Kimilatta belum bisa melayani worldwide shipping karena cukup ribet dan aku pengen nyelesein kuliahku dulu.
Q: Ada saran atau pesen gitu nggak buat para peserta talk show hari ini?
A: Pastinya. Yang pertama, jangan pernah putus asa saat memulai bisnis karena semuanya butuh proses. Kalau ada komentar negatif tentang produk kamu, jangan langsung nurunin standar karena istilahnya kamu juga baru mulai. Hasil baru bisa diliat dalam jangka waktu panjang. Yang kedua, sering-sering eksplor untuk inspirasi. Boleh sih terinspirasi dengan sesuatu, tapi usahakan jangan terpaku sama satu itu aja. Takutnya nanti bisa berujung ke plagiarism. Kalo aku disini malah mengurangi waktu 'terinspirasi' karena menghindari jadi plagiator. Aku bener-bener nggak mau terobsesi sama hal-hal itu aja, karena nantinya bisa berpengaruh di desainku (bisa mirip).
---
Jam menunjukkan pukul 2.45 dan kak Allin D. Carlinta akhirnya menutup sesi talk show yang memang inspiring tersebut. Riuh tepuk tangan terdengar dan para peserta, tim Arva, serta media segera menyerbu booth Kimilatta dan menyaksikan secara langsung keindahan dan keunikan brand yang akan meluncurkan koleksi terbarunya di waktu dekat tersebut.
Terima kasih untuk cerita-ceritanya yang inspiratif, Mars Rizkia.
Terima kasih untuk konsep acaranya yang menarik, Arva School of Fashion. Kami tunggu yang selanjutnya :)
Ibu Aryani Widagdo (berjas merah) terlihat sangat antusias ketika melihat produk Kimilatta. |
Mars membantu customer untuk mix and match produk Kimilatta dengan outfit mereka. |
SPECIAL THANKS TO:
Arva School of Fashion
Ibu Aryani Widagdo
Ivan Teguh Santoso
*Seluruh foto oleh Ivan Teguh Santoso.
No comments:
Post a Comment